Laporan Khusus Redaksi Lintastimor.id — Suara dari Perbatasan untuk Dunia
MIMIKA |LINTASTIMOR.ID)— Di ruang birokrasi yang setiap hari bergerak dengan ritme administrasi dan pelayanan publik, pekan ini Mimika memasuki satu fase penting: tes assessment ASN. Proses yang kerap menimbulkan kecemasan, namun sejatinya adalah alat untuk membaca ulang kualitas sumber daya manusia pemerintah daerah.
Assessment kali ini bukan sekadar tes, melainkan upaya menata ulang peta kompetensi aparatur di tanah Mimika.
Bupati Mimika, Johannes Rettob, memilih menenangkan, bukan menekan. Di tengah hiruk pikuk kabar tentang kuota terbatas, ia memulai penjelasan dengan nada yang lembut namun tegas—semacam cara seorang pemimpin meredakan gelombang kecemasan di antara pegawainya.
“Ini proses biasa.
Semua ASN punya hak ikut tes ini.
Assessment ini untuk melihat profil pegawai, bukan sesuatu yang perlu ditakuti.”
— Johannes Rettob, Bupati Mimika
Tes yang Menjadi Cermin
Dalam penjelasan resminya, Bupati menyebut assessment sebagai proses rutin yang digelar untuk memotret kompetensi pegawai secara objektif—mulai dari kapasitas, karakter, hingga rekam dedikasi.
Assessment bukanlah ajang berburu jabatan, melainkan ruang untuk membaca ulang potensi.
Tahun ini, Pemkab Mimika mengajukan kuota 1.000 ASN kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun dari pengajuan itu, BKN baru menyetujui 668. Keterbatasan kuota memaksa pemerintah daerah melakukan prioritas yang ketat dan terukur.
Prioritas yang Harus Diatur
Pejabat struktural menjadi prioritas pertama:
- Eselon IIIa dan IIIb
- Eselon IVa dan IVb
- ASN di UPTD
- Pegawai berpangkat tinggi tanpa jabatan
Sementara tenaga pendidik dan tenaga kesehatan tetap bekerja di lini depan pelayanan. Mereka hanya diikutsertakan bila sudah tidak lagi menjadi pejabat fungsional.
“Guru-guru S.Pd yang tidak lagi menjadi pejabat fungsional tetap kita ikutkan,”
— Bupati Johannes Rettob
Ada pula kelompok yang tidak diikutkan karena hasil assessment sebelumnya masih berlaku:
- 153 ASN yang telah menjalani profiling tahun 2023 (berlaku hingga Juli 2026)
- 95 ASN yang baru mengikuti seleksi terbuka dan uji kompetensi
Simata: Peta Baru Manajemen Talenta
Bupati Rettob kembali mengingatkan bahwa assessment kali ini bukan untuk menentukan jabatan eselon. Ia menegaskan bahwa ada mekanisme terpisah bagi pejabat eselon III dan IV.
Assessment 2025 adalah pintu masuk ke Sistem Manajemen Talenta (Simata)—sebuah sistem yang menata kompetensi, integritas, dan kapasitas aparatur agar penempatan pegawai lebih akurat dan adil.
“Assessment ini assessment pegawai, bukan assessment pejabat.
Peta kompetensi inilah yang nanti menjadi dasar penempatan ke depan.”
— Johannes Rettob
Untuk jabatan kepala distrik, Pemkab Mimika bahkan menyiapkan assessment khusus berupa wawancara. Setiap PPK distrik mengusulkan tiga nama yang kemudian disaring hingga menjadi satu.
Menunggu Kabut Kuota Terbuka
Di tengah keterbatasan kuota, harapan masih terbuka. Bila ada kabupaten lain yang tidak memanfaatkan kuotanya, Mimika dapat mendapatkan tambahan jatah.
“Kita sudah minta penambahan. Banyak ASN ingin ikut tes.
Semoga dalam satu dua hari ada kabar baik.”
— Johannes Rettob
Di balik prosesnya, assessment ini adalah upaya menata ulang birokrasi yang sering berjalan tanpa peta. Dengan profiling yang akurat, penempatan pegawai ke depan diharapkan lebih seimbang—antara kebutuhan organisasi, kompetensi pegawai, dan pelayanan publik.
Refleksi dari Tanah Mimika
Assessment selalu terdengar seperti ujian, tetapi hakikatnya ia adalah cermin. Dan cermin itulah yang kini dihadapkan kepada seluruh ASN Mimika. Bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk memberi gambaran yang jujur tentang diri mereka sebagai abdi negara.
Di tanah penuh dinamika seperti Mimika—yang memadukan pusat industri, keberagaman budaya, dan wilayah geografis ekstrem—birokrasi yang kuat hanya bisa lahir dari aparatur yang dikenali potensinya.
Dan di sinilah assessment menemukan maknanya:
sebagai jembatan antara kapasitas individu dan kebutuhan publik.
Lintastimor.id — Redaksi Laporan Khusus
















