SOROWAKO| LINTASTIMOR.ID| – Di tepi danau yang indah, di tanah tambang yang selama ini menghidupi dunia lewat nikel, Sorowako kini menyimpan kisah pilu. Rabu siang, 27 Agustus 2025, api berkobar di pemukiman padat. Dalam hitungan jam, 46 rumah warga rata dengan tanah, dan lebih dari 200 kepala keluarga kehilangan atap perlindungan.
Saksi mata menggambarkan kobaran itu seperti “angin api” yang tak bisa dihentikan. “Kami hanya bisa lari menyelamatkan diri. Semua barang habis,” lirih seorang ibu yang kini menumpang di posko pengungsian.
Korsleting listrik diduga menjadi pemantik. Namun angin kencang dan rapatnya rumah kayu menjadikan api begitu rakus melahap deretan rumah. Tidak ada korban jiwa, tetapi luka batin dan kehilangan seisi rumah meninggalkan bekas yang tak mudah dipadamkan.
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur bergerak cepat. Pemadam kebakaran dengan dukungan armada PT Vale Indonesia berjibaku hampir tiga jam hingga akhirnya api bisa dipadamkan. Posko pengungsian, dapur umum, dan pendataan korban segera dilakukan. Pemerintah pusat juga diminta turun tangan, mengingat skala bencana ini menimpa daerah strategis tambang nikel yang menjadi perhatian dunia.
Sorowako yang biasanya disebut kota tambang kini jadi kota duka. Dari balik puing-puing kayu yang menghitam, anak-anak menangis, orang tua terdiam menatap arang bekas rumah mereka. Di sanalah cerita tentang kehilangan ditulis—bukan dengan tinta, melainkan dengan asap yang mengepul ke langit.
“Rumah kami memang hangus, tapi kami masih punya harapan. Semoga pemerintah dan banyak pihak datang membantu kami,” ucap seorang bapak yang kehilangan rumahnya.
Di antara suara gemeretak kayu yang runtuh, terselip doa yang tetap hidup: semoga Sorowako bangkit lagi. Karena tanah ini bukan hanya milik mereka yang tinggal, tapi juga bagian dari denyut nikel yang menghidupi dunia.