Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaKabupaten MimikaNasionalPolkam

APBD Mimika 2026 Turun Drastis: Pemerintah Pilih Mendengar Suara Kampung

196
×

APBD Mimika 2026 Turun Drastis: Pemerintah Pilih Mendengar Suara Kampung

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

TIMIKA |LINTASTIMOR.ID)— Ada tahun-tahun ketika anggaran daerah mengembang seperti layar perahu yang tersentuh angin. Tapi 2026 bukan salah satunya. Pemerintah Kabupaten Mimika memasuki fase baru: pengencangan ikat pinggang, pemetaan ulang prioritas, dan kembali pada inti pembangunan—mendengar kebutuhan masyarakat.

Dari angka Rp 6,3 triliun di tahun 2025, APBD Mimika 2026 diperkirakan merosot menjadi Rp 5 sampai 5,4 triliun, penurunan hampir satu triliun rupiah. Di koridor Kantor Pusat Pemerintahan SP III, Senin (24/11), Bupati Mimika Johannes Rettob menyebut situasi ini sebagai konsekuensi mekanisme nasional—efisiensi Dana Bagi Hasil, penyisiran Dana Alokasi Khusus, dan penyesuaian dana Otonomi Khusus.

Example 300x600

“APBD Mimika 2026 turun karena terjadi efisiensi terkait Dana Bagi Hasil, DAK, dan Otsus. Karena itu nilai APBD kita turun dari tahun lalu,” ujar Bupati, mata dan gesture-nya seperti seseorang yang tak ingin larut dalam keluhan, tapi memilih kembali pada kompas kerja.

Ketika Anggaran Menyusut, Arah Kerja Harus Makin Tajam

Penurunan anggaran sering dianggap ancaman. Namun, di Mimika, ini justru dijadikan momentum untuk membedakan keinginan dan kebutuhan. Pemerintah daerah memilih tidak terjebak pada proyek-proyek bersolek, melainkan fokus pada pembangunan yang menjawab persoalan nyata di kampung-kampung.

Rettob menegaskan bahwa pemerintah tak ingin membuat program yang hanya terlihat prioritas dalam narasi birokrasi, tetapi tidak terasa penting di mata warga yang menunggu layanan dasar.

“Menyikapinya, kita tidak akan membuat program yang bukan prioritas. Sesuatu yang dianggap prioritas oleh pemerintah, tapi belum menjadi kebutuhan mendesak masyarakat, tidak akan kita dahulukan,” tegasnya.

Pernyataan itu mengandung pola pikir baru: pembangunan tidak boleh sekadar memenuhi daftar rencana, tapi harus menembus dapur, kebun, sekolah, dan lorong kehidupan warga.

Dari Kampung ke Kota — Visi yang Diuji Waktu

Dalam penutupan pembicaraan, sang Bupati mengingatkan kembali visi Mimika: pembangunan dimulai dari kampung, lalu mengalir ke kota. Menurunnya anggaran tidak boleh menggeser arah itu, justru harus mempertegasnya.

“Pemda hanya akan melaksanakan pekerjaan melalui program prioritas yang benar-benar menyentuh masyarakat, dan harus sejalan dengan visi-misi kami, yaitu membangun dari kampung ke kota,” ungkapnya.

Di titik ini, APBD bukan lagi sekadar dokumen anggaran. Ia menjadi cermin: apakah pemerintah benar-benar mendengar rakyatnya atau hanya mendengungkan janji?

Ketika Anggaran Menyusut, Integritas Diuji

Dalam lanskap politik lokal, angka triliunan rupiah kerap menjadi panggung bagi ambisi, kompetisi, bahkan godaan. Tetapi anggaran yang menurun justru menghadirkan peluang untuk melihat mana yang esensial. Inilah saat ketika pemerintah diuji bukan pada kelimpahan, melainkan pada kemampuan menyaring.

Anggaran kecil memaksa pemerintah mendekat pada masyarakat, melihat dari dekat jalan yang rusak, air bersih yang sekadar janji, pasien-pasien di Puskesmas yang menunggu obat, atau anak-anak kampung yang menempuh sekolah dengan perahu kecil yang rembes.

Ketika uang berkurang, empati dan ketepatan langkah menjadi modal yang lebih menentukan daripada seremonial pembangunan.

Mimika, di tahun anggaran 2026, berdiri di persimpangan itu: antara godaan proyek yang tak perlu atau keberanian mengutamakan kebutuhan nyata.

Pada akhirnya, pembangunan yang baik tak diukur dari besar kecilnya anggaran—melainkan dari sejauh mana pemerintah menundukkan telinga untuk mendengar warganya.

Dan kali ini, Mimika memilih mendengar.

Example 300250