ATAMBUA, [LINTASTIMOR.ID] —
Hari ini, langit terasa lebih teduh, dan angin seolah berbisik lembut menyampaikan pesan:
“Jangan biarkan tawa anak-anak kita hilang oleh kerasnya dunia.”
Tanggal 23 Juli 2025, Indonesia merayakan Hari Anak Nasional, bukan sekadar agenda tahunan, melainkan momen sakral untuk menatap mata anak-anak dan berjanji dalam diam: “Kami akan menjaga kalian, apapun yang terjadi.”
Di tengah perayaan ini, seorang ayah dari Atambua, mengirimkan cinta sunyinya kepada dua buah hatinya:
Gloryance Bobe, siswi tangguh di SMAN 2 Tasifeto Barat dan Evin Bobe, murid penuh semangat dari SDI Nufuak.
“Kalian bukan hanya buah hatiku, tapi lentera kecil di jalan panjang hidupku. Jika dunia gelap, jadilah cahaya. Jika dunia keras, jadilah lembut yang tak pernah kalah.”
Gloryance dan Evin bukan sekadar nama. Mereka adalah simbol dari ribuan anak di perbatasan, yang belajar dengan peluh, bercita-cita dengan mata jernih, dan bertahan dalam pelukan kasih yang tak selalu utuh.
Di sekolah-sekolah, tawa anak-anak menggema — meski seragam masih tambal, dan sepatu masih sobek. Tapi semangat? Tak pernah usang.
Anak-anak Indonesia adalah puisi yang belum selesai ditulis.
Di dalam mereka, Tuhan menitipkan masa depan negeri — tanpa tanda tangan, tapi penuh harapan.
Peringatan Hari Anak bukan hanya tentang seremoni. Tapi tentang janji: Bahwa setiap anak, dari Nufuak hingga Nusantara, berhak atas pelukan, perlindungan, dan pendidikan yang memanusiakan.
Dan untuk Gloryance dan Evin, Aku menuliskan satu baris paling tulus hari ini:
“Ayah mungkin tak bisa memberimu dunia, tapi akan kupastikan dunia tidak menjatuhkanmu. Teruslah tumbuh, seterang harapanku padamu.”
Hari ini, Hari Anak Nasional bukan hanya milik mereka —
Tapi juga milik setiap orang tua yang mencintai dalam diam, dan berjuang dalam sunyi.