LAPORAN KHUSUS REDAKSI LINTASTIMOR.ID
Natal selalu datang membawa cahaya.
Namun tahun ini, cahaya itu menyala di tengah langit yang belum sepenuhnya cerah. Di antara doa-doa yang naik dan lagu-lagu yang mengalun, bangsa ini juga menundukkan kepala—menghadapi duka, kehilangan, dan ujian alam yang tak memilih waktu.
Dari Istana, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru 2026 kepada umat Kristiani di seluruh Tanah Air. Ucapan itu bukan sekadar salam seremonial, melainkan ajakan batiniah: agar Natal dijadikan momentum menebarkan kasih, menjaga harapan, dan menyebarkan kepedulian kepada sesama.
“Saudara-saudari sebangsa dan setanah air, Natal adalah momentum kasih, harapan, dan kepedulian terhadap sesama,”
— Presiden Prabowo Subianto.
Natal yang Menguji Kepekaan
Namun di saat yang sama, Presiden juga mengingatkan bahwa Indonesia tengah diuji. Banjir bandang dan longsor melanda tiga provinsi di Pulau Sumatera—Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Alam seakan mengingatkan bahwa sukacita tidak boleh membuat manusia lupa pada tangisan yang masih terdengar di sudut-sudut negeri.
“Pada saat yang bersamaan, bangsa kita juga tengah diuji oleh bencana alam yang membawa duka dan tantangan bagi saudara-saudari kita di Sumatera,”
— Presiden Prabowo Subianto.
Natal pun kehilangan kemewahannya—dan justru menemukan maknanya. Sebab Natal sejati tidak lahir dari pesta, tetapi dari kepedulian yang bergerak, dari tangan-tangan yang terulur, dari hati yang tidak menutup diri pada penderitaan orang lain.
Ketika Kasih Menjadi Kerja Bersama
Pesan Presiden menggema sebagai panggilan moral bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa iman, apa pun bentuknya, selalu menemukan ujiannya dalam tindakan. Bahwa kasih tidak cukup dirayakan, tetapi harus diwujudkan—dalam solidaritas, dalam empati, dalam keberanian untuk saling menopang.
Di tengah air bah dan tanah longsor, Natal menjelma menjadi lilin kecil yang dititipkan pada banyak tangan. Lilin itu hanya akan bertahan jika dijaga bersama.
Natal bukan tentang siapa yang paling bersukacita,
melainkan siapa yang paling bersedia berbagi terang,
— catatan refleksi Natal.
Menutup Tahun, Menyambut Harapan Baru
Menjelang Tahun Baru 2026, bangsa ini berdiri di persimpangan: antara luka dan harapan, antara duka dan tekad. Dari perayaan Natal, Presiden mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk melangkah dengan kesadaran bahwa masa depan hanya bisa dibangun di atas persatuan dan kepedulian.
Natal tahun ini mengajarkan satu hal sederhana namun mendalam:
bahwa kasih selalu relevan, terutama saat dunia terasa rapuh.
Dan ketika lonceng Natal berdentang untuk terakhir kalinya, semoga gema kasih itu tidak ikut menghilang. Ia harus tinggal—dalam keputusan-keputusan kita, dalam keberpihakan kita, dan dalam cara kita memanusiakan sesama.
Sebab bangsa yang besar bukan hanya yang mampu bertahan,
tetapi yang mampu saling menjaga dalam badai,
— penutup refleksi Tahun Baru.
















