EDISI LAPORAN KHUSUS LINTASTIMOR.ID
Di pagi Natal yang bening, ketika lonceng gereja berdentang pelan dan cahaya menembus kaca-kaca katedral, Atambua berhenti sejenak dari hiruk-pikuk dunia. Kota kecil di tapal batas itu memilih diam—untuk mendengar kembali kabar paling tua dan paling suci dalam sejarah manusia: Hari ini telah lahir Kristus Tuhan.
Di Gereja Katedral Atambua, Kamis, 25 Desember 2025, Bupati Belu Willybrodus Lay, SH, bersama Ketua TP PKK Kabupaten Belu, Ny. Viviawaty Lay Ng, hadir menyatu bersama umat. Tanpa sekat jabatan, tanpa jarak kekuasaan. Hanya manusia-manusia yang sama-sama menundukkan kepala di hadapan misteri kelahiran Sang Sabda.
Misa Natal dipimpin langsung oleh Uskup Atambua, Mgr. Dr. Dominikus Saku, Pr., dengan tema yang merangkum seluruh iman Kristiani:
“Hari ini telah lahir Kristus Tuhan yang telah menjelma sebagai Sang Sabda.”
Natal bukan sekadar peringatan, melainkan perjumpaan—antara Allah yang merendah dan manusia yang berharap,
— catatan iman Natal.
Natal yang Merangkul Semua
Bangku-bangku katedral terisi penuh. Wajah-wajah umat Paroki Katedral Atambua memancarkan sukacita yang sederhana—sukacita yang lahir dari iman, bukan dari kemewahan. Doa-doa dinaikkan, lagu-lagu pujian mengalir, dan hati-hati disatukan dalam rasa syukur yang sama.
Natal di Atambua bukan perayaan yang riuh. Ia hadir sebagai keheningan yang menguatkan, sebagai ruang batin tempat manusia kembali mengingat asal kasih dan tujuan hidup.
Dalam homilinya, Sabda Allah tidak hanya dibacakan, tetapi dihidupi—bahwa Tuhan memilih lahir dalam kesederhanaan, agar manusia belajar rendah hati; bahwa terang sejati tidak datang dengan gemuruh, melainkan dengan kelembutan.
Dari Altar ke Kehidupan
Momen Natal ini menjadi undangan sunyi bagi semua—pemimpin dan rakyat, tua dan muda—untuk menumbuhkan kembali kasih, damai, dan persaudaraan dalam kehidupan bermasyarakat. Di tengah dunia yang sering gaduh oleh perbedaan, Natal mengingatkan bahwa persaudaraan selalu dimulai dari hati yang mau mendengar.
Jika Allah saja memilih datang dalam kelemahan, mengapa manusia masih memilih keras dalam hidupnya?
— refleksi Natal.
Kehadiran Bupati Belu bersama keluarga dalam perayaan Misa Natal menjadi penanda bahwa kepemimpinan sejati tidak hanya dibangun di ruang rapat, tetapi juga di altar doa—tempat nilai-nilai kemanusiaan dimurnikan dan tanggung jawab dilahirkan kembali.
Natal di Perbatasan, Terang yang Tak Pernah Padam
Di wilayah perbatasan seperti Belu, Natal memiliki makna yang lebih dalam. Ia adalah harapan yang bertahan, iman yang dijaga, dan terang yang terus dinyalakan meski angin zaman kerap bertiup kencang.
Ketika Misa usai dan umat perlahan meninggalkan gereja, Natal tidak ikut pergi. Ia tinggal—di sikap, di tutur kata, dan di keputusan-keputusan kecil yang akan diambil setelah hari raya berlalu.
Natal sejati adalah ketika Sabda yang lahir di altar, tumbuh dalam tindakan sehari-hari,
— penutup iman.
Dan pagi itu, di Katedral Atambua, Natal tidak hanya dirayakan—tetapi dihidupi.
















