Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaNasionalPeristiwaPolkam

Ketika Jabatan Disumpah di Hadapan Laut

177
×

Ketika Jabatan Disumpah di Hadapan Laut

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Kekuasaan, Etika Pelayanan, dan Tiga Janji untuk Rakyat Malaka

MALAKA |LINTASTIMOR.ID)-Langit Pantai Cemara Abudenok siang itu tidak sekadar biru.
Ia terbuka, luas, dan jujur—seperti amanah yang hendak disematkan.

Angin laut berembus pelan dari arah selatan, membawa aroma garam dan desir ombak yang tak pernah lelah.

Example 300x600

Di sanalah, di ruang terbuka yang jauh dari dinding-dinding dingin birokrasi, Pemerintah Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur  memilih bersumpah: bahwa kekuasaan tidak selalu harus dilantik di balik meja, bahwa jabatan publik seharusnya berani berdiri di hadapan alam dan rakyatnya.

Selasa, 23 Desember 2025, di Pantai Abudenok, Desa Umatoos, Kecamatan Malaka Barat, Bupati Malaka dr. Stefanus Bria Seran, MPH—yang akrab disapa SBS—melantik dan mengambil sumpah jabatan lima Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Eselon II-B. Sebuah pelantikan yang lebih menyerupai ekspedisi moral ketimbang seremoni administratif.

Di bawah langit dan laut yang tak bisa disuap, jabatan dimurnikan kembali.

Jabatan yang Diletakkan di Atas Ombak

Lima nama dipanggil, satu per satu, bukan sekadar untuk naik pangkat, melainkan untuk memikul beban kepercayaan publik:

  • Henrina Lopo, S.STP., M.Si, sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Malaka.
  • Kristina Hadiyani Ngadji, S.E., M.Ap, sebagai Sekretaris DPRD Kabupaten Malaka.
  • Manfred Yohanes Laak, S.Pd., M.Si, sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Lorens Lodewyk Haba, S.Pd., MM, sebagai Kepala Dinas PUPR.
  • Rosalia Yenni E. R. Lalo, SH, sebagai Asisten I Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Malaka.

Tak ada pendingin ruangan. Tak ada karpet merah. Yang ada hanya angin, matahari, dan kesadaran bahwa jabatan adalah perjalanan pulang ke rakyat.

Tiga Kalimat, Tiga Etika Kekuasaan

Dalam sambutannya, Bupati SBS tidak berbicara panjang. Ia memilih tiga kalimat pendek—namun padat, keras, dan jujur—seperti palu yang memukul nurani birokrasi.

“Pelantikan ini bukan sekadar pengisian jabatan, tetapi amanah besar untuk melayani masyarakat.”

“Kerja harus sesuai aturan.”
“Kerja harus berkualitas.”
“Dan setiap pekerjaan harus berguna bagi rakyat.”

Tiga prinsip itu bukan slogan. Ia adalah etik pemerintahan.
Aturan tanpa kualitas melahirkan rutinitas kosong.
Kualitas tanpa manfaat melahirkan kesombongan teknokratis.
Dan manfaat tanpa aturan adalah kekacauan.

Di hadapan laut, SBS seperti sedang mengingatkan:
bahwa negara bukan milik pejabat,
bahwa kekuasaan hanyalah titipan sementara,
bahwa rakyat selalu lebih abadi dari jabatan.

Birokrasi yang Mengerti Arah

Lebih jauh, Bupati dua periode itu meminta para pejabat yang dilantik untuk mengenali medan, memahami tugas dan fungsi secara utuh, serta menerjemahkan visi-misi daerah ke dalam kerja nyata—bukan laporan tebal tanpa dampak.

Pendidikan harus terasa di ruang kelas.
PUPR harus hadir di jalan dan air bersih.
Kesbangpol harus menjaga harmoni, bukan sekadar arsip.
Sekretariat DPRD harus menjadi jembatan, bukan tembok.
Dan pemerintahan harus berpihak pada kesejahteraan, bukan kekuasaan.

Pantai, Sumpah, dan Harapan

Pelantikan di Pantai Abudenok hari itu mengajarkan satu hal penting:
bahwa birokrasi yang sehat lahir dari keberanian untuk jujur pada diri sendiri.

Ombak terus datang dan pergi.
Langit perlahan condong ke barat.
Namun sumpah jabatan telah diucapkan—dan ia tidak mengenal pasang surut.

Dengan dilantiknya lima pejabat strategis ini, Malaka menaruh harapan:
agar organisasi perangkat daerah menjadi lebih solid,
lebih sinergis,
dan lebih manusiawi.

Karena pada akhirnya,
pemerintahan bukan tentang siapa yang dilantik,
melainkan siapa yang sungguh-sungguh melayani.

Dan laut hari itu menjadi saksi.

Example 300250