Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
InternasionalNasionalPeristiwaPolkamTeknologi

Bukan Sekadar Berangkat: Migrasi yang Memanusiakan Manusia

109
×

Bukan Sekadar Berangkat: Migrasi yang Memanusiakan Manusia

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

SEMARANG |LINTASTIMOR.ID)-
Di sebuah Jumat 19 Desember 2025 yang tenang di Kabupaten Semarang, angin Desember membawa kabar tentang mimpi-mimpi yang ingin menyeberang batas. Bukan mimpi yang gegabah, melainkan harapan yang ingin berangkat dengan selamat. Wakil Menteri P2MI, Christina Aryani, turun langsung ke tanah yang akrab dengan denyut pekerja—menyapa warga, calon Pekerja Migran Indonesia, dan menyampaikan satu pesan yang menohok empati: bekerja ke luar negeri bukan soal keberanian semata, melainkan tentang keselamatan, kompetensi, dan martabat.
Romantika yang Bertanggung Jawab
Migrasi selalu romantis dalam imajinasi. Ia menjanjikan upah lebih baik, masa depan keluarga, dan pulang membawa cerita. Namun romantika itu sering lupa pada risiko—pintu-pintu gelap perekrutan ilegal, kontrak yang tak dibaca, dan nasib yang tak selalu berpihak. Di hadapan ratusan warga Semarang, Wamen Christina mengajak publik menurunkan romantika ke tanah yang kokoh: jalur legal, informasi yang benar, dan kompetensi yang terukur.
“Kesempatan besar harus disambut dengan kesiapan besar. Tanpa kompetensi dan jalur legal, mimpi bisa berubah menjadi luka,” tutur Christina, dengan nada yang tenang namun tegas—seolah mengikat harapan pada tanggung jawab.
Di titik ini, migrasi tak lagi sekadar pergi. Ia menjadi proses memanusiakan manusia—melindungi dari hulu hingga hilir, dari desa hingga negeri tujuan.

Analitik Hukum: Dari Desa ke Dunia
Dalam lanskap hukum Indonesia, perlindungan pekerja migran berdiri di atas prinsip pencegahan dan kepastian. Negara hadir bukan hanya sebagai pemberi izin, tetapi penjaga martabat. Jalur legal memastikan kontrak kerja jelas, jaminan sosial tercatat, dan mekanisme pengaduan tersedia. Di negeri tujuan, kepatuhan pada hukum setempat—visa kerja, standar ketenagakerjaan, dan perlindungan HAM—menjadi tameng ganda bagi pekerja.
Pendekatan lintas negara menuntut sinkronisasi: penguatan pra-keberangkatan, verifikasi pemberi kerja, hingga pemulangan bermartabat. Di sinilah migrasi aman bukan jargon, melainkan sistem.
Peluang Besar, Tanggung Jawab Lebih Besar
Ratusan ribu peluang kerja luar negeri terbuka—di sektor kesehatan, manufaktur, perhotelan, hingga layanan rumah tangga. Namun data juga mengingatkan: celah informasi adalah pintu masuk eksploitasi. Maka penguatan BP3MI, integrasi Siskop2MI, dan perluasan Program Desa Migran Emas menjadi strategi kunci—menghadirkan layanan resmi, data terverifikasi, dan literasi migrasi sejak dari desa.
“Negara harus hadir sebelum keberangkatan, selama bekerja, dan saat pulang. Perlindungan bukan reaksi, melainkan desain,” ujar Christina, menegaskan paradigma baru pelayanan publik.
Solusi Nyata: Mengirim dengan Aman, Bekerja dengan Martabat
Solusi bukan hanya kampanye, melainkan ekosistem:
Kompetensi sebagai paspor utama — pelatihan berbasis kebutuhan pasar global.
Jalur legal dan transparan — rekrutmen resmi, kontrak terbaca, biaya wajar.
Layanan terpadu digital — Siskop2MI sebagai simpul data dan perlindungan.
Desa sebagai garda depan — Desa Migran Emas menguatkan literasi dan pengawasan.
Kolaborasi lintas negara — perlindungan berlapis dari Indonesia hingga negara tujuan.

Example 300x600

Etika Keberangkatan
Pada akhirnya, keberangkatan yang etis adalah keberangkatan yang aman. Di Semarang, pesan itu bergema sederhana namun mendalam: bekerja ke luar negeri bukan sekadar berangkat, tetapi harus aman, terampil, dan terlindungi. Di sanalah migrasi menemukan maknanya—bukan pelarian, melainkan perjalanan yang dijaga negara dan dimenangkan manusia.

Example 300250