Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Berita

Dari Kapela Kecil ke Panggung Migrasi Global: Harapan Belu Melintas Batas

8
×

Dari Kapela Kecil ke Panggung Migrasi Global: Harapan Belu Melintas Batas

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Di bawah atap kapela yang sederhana, Belu menatap dunia: bukan sekadar mencari kerja, tetapi menata martabat migrasinya sendiri.

ATAMBUA |LINTASTIMOR.ID) — Suara pelan kipas tua di Kapela St. Markus Ainiba bersahutan dengan langkah protokoler negara. Di sana, Bupati Belu Willybrodus Lay, S.H., menyambut Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Cristina Aryani, S.E., S.H., M.H., bukan hanya sebagai pejabat, melainkan sebagai penjaga harapan para anak muda Belu yang ingin melintas batas, tetapi tetap pulang dengan nama baik dan perlindungan penuh.

Example 300x600

Setelah adanya kunjungan Ibu Wakil Menteri dan sosialisasi ini, kami berharap ke depan lebih banyak masyarakat Belu yang bisa bekerja secara legal di Hongkong dan Singapura,” ucap Bupati Willy Lay dalam nada yang memadukan rasa syukur, realistis, dan harapan.

Kapela, Migrasi, dan Doa yang Diucapkan dalam Senyap

Desa Fatuketi hari itu berubah.
Kapela kecil tak hanya menjadi altar doa, tetapi ruang diplomasi sosial—pertemuan antara doa ibu-ibu, kecemasan petani, dan pintu dunia kerja yang dijanjikan lebih manusiawi.

Data disampaikan bukan sekadar angka.
Dua orang di luar negeri, empat di Singapura, dua di Hong Kong—angka kecil yang sesungguhnya menyimpan kegigihan geografis masyarakat pinggir batas.

Belu tahu dirinya bukan kota industri; ia padang yang berbatu, ladang yang menunggu hujan.

Curah hujan yang kurang menjadi salah satu kesulitan masyarakat, sehingga banyak yang mencari pekerjaan di luar NTT, termasuk di luar negeri,” sebut Bupati Willy Lay.

Kalimat itu sama sederhana dengan kenyataan hidup:
di Belu, bumi tidak selalu memberi, maka laut dan perbatasan menjadi pilihan.

Jalan yang Tak Selalu Sampai Malaysia

Dalam narasi migrasi Belu, ada simpang sunyi yang tak tercatat buku negara: pekerja yang berniat menuju Malaysia tetapi berhenti di Jambi, Medan, Banten atau Jakarta—bukan karena pilihan, melainkan keadaan.

Banyak pekerja yang ingin menyeberang ke Malaysia, tetapi ketika sampai di wilayah tertentu mereka tidak bisa melanjutkan sehingga memilih menetap. Banyak juga yang belum terdata,” jelasnya.

Betapa migrasi bukan sekadar lintasan administratif, melainkan arah hidup yang kadang patah di tengah jalan.

Romo Leo dan Diplomasi Pastoral

Dari antara kursi kayu kapela, Bupati Lay menoleh kepada sosok yang baginya menjadi jembatan nurani.

Ibu Wakil Menteri tidak datang sendiri. Beliau datang bersama seorang gembala umat yang sangat mencintai rakyat Belu, yaitu Romo Leo Mali. Luar biasa, Romo bisa membawa Ibu Wakil Menteri hingga ke Desa Fatuketi untuk melihat langsung persoalan di daerah ini.

Di titik itu, diplomasi negara terasa pulang pada bentuk paling purbanya:
pendampingan, tatap muka, dan keberanian hadir di tempat yang jauh dari sorot ibu kota.

Migrasi Aman: Pintu, Bukan Pelarian

Harapan paling kuat yang tersaji dalam suasana kapela bukanlah jumlah penempatan, tetapi kualitas perlindungan.
Migrasi tidak boleh lagi menjadi kabar gelap ruang agensi, pintu terkunci dari luar, atau pekerja tanpa nama.

Wamen Cristina membawa payung kebijakan;
Belu menyodorkan kisah hidup warganya.

Keduanya bertemu dalam satu kalimat tujuan:
migrasi bukan sekadar kerja, tetapi hak atas perlindungan.

Bupati Lay menutup sambutannya dengan nada yang lebih ke silaturahmi kebangsaan daripada seremoni jabatan.

Terima kasih kepada semua yang hadir. Kita ingin bersama-sama menyelesaikan persoalan yang ada di Kabupaten Belu.

Kapela, Matahari, dan Peta Kerja Baru

Jika di kota orang membicarakan migrasi di aula berkarpet, maka Belu membicarakannya di kapela desa dengan kursi-kursi kayu sunyi.
Justru di situ martabat migrasi paling jelas terasa:
bahwa anak-anak Belu berhak bekerja jauh, tetapi tak boleh hilang dari peta negara.

Sosialisasi ini mungkin tampak sederhana bagi kota besar, tetapi bagi Belu, ia adalah pintu yang lama ditunggu:
pintu menuju dunia yang lebih luas, namun tetap pulang melalui jalur yang sah, aman, dan bermartabat.

 

Example 300250