TIMIKA |LINTASTIMOR.ID) — Di Gedung Tongkonan Timika, Selasa (25/11/2025), gema tawa, doa, dan kilau kebaya bercampur menjadi satu. Nikah massal yang digelar Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Mimika bukan sekadar seremoni HUT KORPRI ke-54. Ia berubah menjadi simbol komitmen: bahwa pelayanan publik harus hadir, terasa, dan menyentuh kehidupan warganya secara nyata.
Sebanyak 52 pasangan—10 di antaranya Aparatur Sipil Negara (ASN), sisanya masyarakat umum—menyempurnakan ikatan mereka dalam satu hari yang penuh sukacita.
Semua proses gratis, termasuk biaya administrasi yang biasanya mencapai Rp600 ribu. Bahkan, para pengantin menerima hadiah menginap di hotel berbintang di Timika, sebagai bingkisan kecil dari pemerintah daerah.
Namun inti acaranya bukan pada kemeriahan itu, melainkan pada kepastian hukum yang langsung diterima oleh para pasangan: dokumen pernikahan dan KTP berstatus kawin, lengkap, resmi, dan selesai pada hari yang sama.
“Nikah massal ini sangat membantu, karena pasangan langsung menerima dokumen pernikahan dan KTP dengan status kawin yang tercatat resmi. Inilah kepastian hukum dan kemudahan administrasi yang sesungguhnya,”
— Slamet Sutejo, Kepala Disdukcapil Mimika
Slamet juga menegaskan bahwa program ini tak mungkin berjalan tanpa kolaborasi. Kementerian Agama, Pengadilan Agama, hingga para relawan administratif menjadi bagian dari orkestrasi kesederhanaan yang menghasilkan dampak besar.
“Pelayanan publik akan jauh lebih kuat ketika kita bekerja bersama. Kolaborasi ini adalah hadiah terbaik untuk HUT KORPRI ke-54,”
— Slamet Sutejo
Hari Ketika Pelayanan Publik Menjadi Kasih yang Dinyatakan
Pagi itu, Gedung Tongkonan berubah menjadi ruang sakral yang memadukan adat, negara, dan cinta. Dari jarak dekat, terlihat sebuah potret yang jarang disaksikan: pelayanan publik hadir bukan dalam meja-meja administrasi, tetapi dalam hati yang lega dari puluhan pasangan yang akhirnya disahkan negara setelah bertahun-tahun menunggu.
Ada pasangan muda yang menatap masa depan, ada pula pasangan sepuh yang telah melewati badai kehidupan. Beberapa menggenggam buku nikah sambil meneteskan air mata—bukan karena lelah, tetapi karena lega. Di salah satu sudut, seorang bapak paruh baya berbisik, “Akhirnya anak cucu kami bisa bangga.” Momen-momen kecil seperti inilah yang tak pernah tercatat dalam laporan kinerja, tetapi meninggalkan jejak dalam sejarah kecil keluarga-keluarga Mimika.
Ketika negara hadir dalam bentuk pelayanan yang memudahkan, pernikahan bukan hanya menjadi urusan pribadi, tetapi juga peradaban. Setiap dokumen yang dicetak hari itu bukan hanya kertas: ia adalah perlindungan hukum, pintu menuju bantuan sosial, kemudahan administrasi sekolah anak, dan identitas keluarga di mata negara.
Di hari itu, Disdukcapil Mimika bukan hanya menggelar acara. Mereka menyatakan kepedulian.
Pelayanan Publik Tidak Lagi Sekadar Administrasi
Nikah massal dalam rangka HUT KORPRI ini seakan mengingatkan: pelayanan publik yang baik bukan lahir dari gedung megah atau aplikasi canggih, tetapi dari niat untuk meringankan beban orang lain.
Seringkali, birokrasi dikenal kaku—berbelit, lamban, dan membuat masyarakat lelah. Namun di Mimika, hari itu menjadi pengecualian yang membesarkan hati. Pelayanan dirayakan bukan dengan rapat panjang, tetapi dengan menghadirkan manfaat yang dapat disentuh, dipegang, dan dibawa pulang.
Ia mengajarkan satu hal sederhana: bahwa inti dari tugas aparatur negara bukanlah memerintah, melainkan melayani.
Dan mungkin, inilah makna terdalam dari ulang tahun KORPRI: bukan sekadar angka yang bertambah, tetapi kualitas pelayanan yang makin manusiawi.
Jika ingin versi lebih panjang atau ingin saya sisipkan angle human interest untuk tiap pasangan, saya siap lanjutkan.
