TIMIKA |LINTASTIMOR.ID)— Pemerintah memilih cara paling sunyi namun paling terasa dampaknya: menurunkan harga di pasar. Di Mimika, langkah itu lahir melalui pasar murah yang akan terus digelar hingga akhir November, lalu hadir setiap minggu sepanjang Desember.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Mimika, Yulius Koga, menyampaikan rencana ini sebagai jawaban atas gelombang kebutuhan masyarakat yang naik menjelang pergantian tahun.
“Inisiatif ini respons atas kebutuhan masyarakat akan bahan pokok terjangkau, terutama saat permintaan meningkat,”
— Yulius Koga, Selasa (18/11/2025)
Pasar murah ini bukan sekadar lapak dengan harga miring. Ia adalah jembatan antara negara dan warganya, jembatan yang dibangun untuk meringankan beban dapur—terutama bagi keluarga yang berada di wilayah pinggiran atau daerah-daerah urban yang rawan gejolak harga.
Yulius mengungkapkan bahwa empat kali pasar murah akan digelar sebelum tutup tahun anggaran, disusul pola mingguan pada Desember. Meski titik pelaksanaan belum dimatangkan, rumah-rumah ibadah dipilih sebagai lokasi ideal: mudah dijangkau, dekat dengan warga, dan menjadi pusat kehidupan sosial.
“Setelah Desember, pasar murah akan berlangsung setiap minggu. Lokasinya kami arahkan ke rumah ibadah di wilayah pinggiran dan perkotaan,”
— Yulius Koga
Beras tetap menjadi tulang punggung komoditas. Namun Yulius tak menutup kemungkinan hadirnya bahan pokok lain, bergantung pada stok dan kebutuhan di lapangan.
Di luar pasar murah, pemerintah juga menjalankan program distribusi sembako kerawanan pangan—sebuah intervensi berbeda, khusus bagi wilayah yang terindikasi rentan. Sembako berisi gula, minyak goreng, dan telur telah didorong menuju Kapiraya, Potowai, Manasari, Agimuga, hingga Kwamki Narama. Dari persediaan awal, kini tersisa 10 ton cadangan.
“Program kerawanan pangan ini berbeda dengan pasar murah. Tidak setiap tahun dilakukan—hanya jika ada indikasi kerawanan,”
— Yulius Koga
Di Mimika, harga bahan pokok kerap menjadi barometer rasa aman. Dengan langkah yang berlapis—pasar murah dan distribusi sembako—Dinas Ketahanan Pangan ingin menjamin bahwa dapur masyarakat tetap menyala. Bahwa akhir tahun tidak identik dengan kecemasan. Bahwa pemerintah hadir melalui hal paling sederhana yang menyentuh kehidupan sehari-hari: harga beras, minyak, gula, dan telur.
Pasar murah mingguan di bulan Desember mungkin tidak mengubah peta ekonomi nasional. Namun bagi banyak keluarga, ia bisa menjadi jeda napas—sebuah ruang bernapas di antara kebutuhan yang menumpuk dan pendapatan yang tak bertambah. Sebuah upaya kecil yang membuat masyarakat merasa dilihat, didengar, dan diiringi.
















