Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Gaya HidupHiburanPeristiwa

Dongeng yang Menyentuh Hati: Sabtu Ketika SDN Jatikramat 6 Menemukan Cara Baru Membentuk Karakter

40
×

Dongeng yang Menyentuh Hati: Sabtu Ketika SDN Jatikramat 6 Menemukan Cara Baru Membentuk Karakter

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

BEKASI |LINTASTIMOR.ID)-Sabtu 15 November 2025,pagi itu, halaman SDN Jatikramat 6 Bekasi mendadak berubah dari suasana sunyi menjadi panggung riuh penuh tawa.

Ratusan siswa berkerumun, penasaran menyambut seorang tamu yang bagi mereka bagai pahlawan cerita: pendongeng nasional Kak Harris—Harris Rizki—yang hadir untuk membawakan sesi Pengarahan Kenakalan Anak Melalui Dongeng.

Example 300x600

Suatu pagi yang sederhana, tetapi menjelma menjadi pengalaman belajar yang lembut, menghibur, dan membekas.

Kak Harris memulai penampilannya tanpa banyak basa-basi. Ia menatap para siswa dengan senyum hangat lalu berkata lantang namun tenang:

“Setiap anak pasti pernah nakal… tapi setiap anak juga pasti bisa berubah menjadi lebih baik.”

Kalimat itu seketika membuat ratusan pasang mata terpaku. Tidak ada ceramah kaku.

Tidak ada aturan yang mengikat. Yang ada justru sebuah ajakan pelan untuk masuk ke dunia cerita, dunia tempat perubahan terasa mungkin dan kebaikan tampak indah.

Melalui ekspresi, suara yang berlapis, gerakan yang luwes, dan humor yang meledakkan tawa, Kak Harris mengajak anak-anak masuk ke dongeng “Raka dan Tiga Peringatan Langit”.

Cerita tentang Raka—anak yang suka mengejek teman, membantah guru, dan malas belajar—menjadi cermin kecil yang lucu sekaligus tajam. Setiap adegan terasa hidup, seolah seluruh siswa sedang menonton film yang dimainkan tepat di pelataran sekolah mereka.

Namun titik paling magis muncul ketika boneka Ayis hadir.
Boneka kecil bersuara lembut itu seketika mencuri perhatian.

“Kalau Ayis salah dan minta maaf… kalian mau juga nggak minta maaf kalau berbuat salah?”

Suara serentak “Mauuuu!” yang menggema menjelma menjadi momen yang menggetarkan. Sebuah kesadaran yang tumbuh bukan dari ancaman, bukan dari hukuman, melainkan dari sentuhan cerita yang hangat.

Guru-guru terpukau melihat siswa-siswanya duduk rapi tanpa komando.
Bu Suryani, salah satu guru, mengaku takjub. Menurutnya, anak-anak hari ini jarang bertahan lama saat diberi nasihat. Tetapi dongeng membuat mereka diam, bukan karena takut, melainkan karena terpesona.

Orang tua pun merasakan hal serupa.
Bu Endang, salah satu wali murid, menilai bahwa pesan moral sering gagal disampaikan melalui kata-kata langsung. Namun Ayis, dengan kepolosannya, membuat nasihat terasa ringan dan mudah diterima. Seakan anak-anak rela membuka hati hanya karena diperlihatkan betapa indahnya menjadi baik.

Setelah sesi dongeng, suasana berubah menjadi ruang refleksi yang tulus. Siswa-siswa mengangkat tangan, mengaku kenakalan kecil yang pernah mereka lakukan—kata kasar, malas belajar, lupa membuang sampah. Pengakuan polos itu membuat para guru terharu. Bukan karena anak-anak berbuat salah, tetapi karena mereka berani mengakui dan berjanji untuk memperbaiki diri.

Di situlah dongeng menjalankan perannya yang paling luhur: bukan sekadar hiburan, tetapi jembatan menuju perubahan.

Fenomena yang terjadi di SDN Jatikramat 6 mengingatkan kita bahwa di tengah derasnya arus digital, dongeng tetap menjadi seni komunikasi yang tak tergantikan. Anak-anak, betapapun dekatnya mereka dengan gawai, tetap membutuhkan cerita—tempat hati mereka disentuh, dibimbing, dan diarahkan dengan kelembutan.

Kak Harris selalu menegaskan:

“Dongeng bukan hanya cerita. Dongeng adalah pelukan yang disampaikan lewat kata-kata.”

Dan benar adanya. Hari itu, kata-kata dan boneka kecil bernama Ayis berhasil memeluk ratusan siswa, mengubah panggung sekolah menjadi ruang belajar emosional yang indah.

Saat acara ditutup, barisan panjang terbentuk—anak-anak berebut ingin berfoto. Ada yang memeluk Ayis, ada yang menirukan suara lucunya, ada pula yang berjanji, dengan mata berbinar, untuk menjadi anak baik mulai hari itu.

Sabtu itu bukan hari biasa.
Sabtu itu adalah hari ketika dongeng menjadi guru, boneka menjadi sahabat, dan kebaikan menjadi keputusan yang dipilih dengan gembira.

Sebuah pagi yang mengingatkan kita semua bahwa pendidikan karakter tak harus keras, tak harus tegang, dan tak harus menakut-nakuti. Ia hanya perlu menyentuh hati—dan dongeng sudah sejak dulu tahu caranya.

Example 300250