Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Gaya HidupHiburanInternasionalNasionalPeristiwa

Rita Uru Hida, S.H: Dari Kesederhanaan Menuju Kejernihan Jiwa

445
×

Rita Uru Hida, S.H: Dari Kesederhanaan Menuju Kejernihan Jiwa

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

JAKARTA |LINTASTIMOR ID)- “Saya tidak terlahir dari keluarga yang berpendidikan tinggi yang mempunyai harkat dan martabat yang melangit. Tetapi saya hanya terlahir dari keluarga yang mengajari saya cara bertahan hidup dari hari ini untuk hari esok. Dan yang lebih penting adalah cara menghargai ciptaan yang lain.”

Kalimat itu keluar dari bibir Rita Uru Hida, S.H dengan ketenangan yang sulit dilukiskan. Tidak ada nada rendah diri, tidak pula kebanggaan yang meledak. Hanya sebuah ketulusan, yang berakar dari perjalanan hidup panjang dan sederhana.

Example 300x600

Bagi Rita, kesuksesan bukan soal seberapa tinggi seseorang berdiri, melainkan seberapa kuat ia tetap berpijak di tanah saat segala godaan kemewahan datang. “Kita semua unik dan memiliki tujuan masing-masing. Tidak perlu membandingkan diri sendiri dengan orang lain,” katanya suatu sore, ketika berbicara tentang hidup yang ia jalani dengan kesadaran penuh.

Akar dari Tanah Sederhana

Rita tumbuh di tengah keluarga yang tidak berlimpah materi. Rumahnya bukanlah rumah yang dihiasi buku-buku tebal atau gelar akademik di dinding. Namun di sanalah ia belajar makna keteguhan, kerja keras, dan rasa hormat pada kehidupan.

Ayah dan ibunya mungkin tidak mengajarkan teori sosial atau hukum tata negara, tapi mereka mengajarkan sesuatu yang lebih berharga: cara bertahan hidup dan cara menjadi manusia. “Keluarga saya tidak punya kemewahan, tapi kami punya kasih dan pelajaran tentang menghargai ciptaan Tuhan — manusia, alam, dan waktu,” ujar Rita mengenang.

Nilai-nilai itulah yang kemudian membentuk cara berpikir dan bertindak Rita. Ia menapaki pendidikan dengan semangat yang kadang disalahartikan sebagai ambisi. Padahal, bagi Rita, belajar bukan untuk bersaing — melainkan untuk memperluas ruang pengabdian.

Langkah di Jalan Panjang Pendidikan

Menempuh pendidikan hukum tidak pernah menjadi perkara mudah bagi anak dari keluarga sederhana. Rita mengingat hari-hari ketika ia harus menekan pengeluaran sekecil mungkin, berjalan kaki ke kampus, dan tetap tersenyum meski isi dompet tak seberapa.

Namun setiap tantangan itu justru menempanya menjadi sosok yang tangguh. Ia belajar bahwa hukum bukan sekadar kumpulan pasal dan ayat, melainkan cermin keadilan dan kemanusiaan. “Hukum yang sejati itu bukan hanya tentang benar dan salah, tapi tentang bagaimana kita memperlakukan sesama dengan adil,” ujarnya pelan, penuh keyakinan.

Menjadi Lebih Baik dari Diri Sendiri Kemarin

Kini, ketika ia telah menyandang gelar Sarjana Hukum, Rita tidak merasa telah tiba di puncak. Ia sadar, setiap hari adalah kesempatan baru untuk belajar dan memperbaiki diri.
“Bukan tentang lebih dari siapapun, tapi tentang menjadi lebih baik dari diri sendiri kemarin,” katanya tegas, dengan tatapan yang memantulkan semangat pembaruan.

Rita memilih untuk tidak terjebak dalam perlombaan citra. Ia bekerja dengan hati, membantu orang lain tanpa pamrih, dan menjaga kesederhanaan sebagai cermin jati dirinya. “Ketenangan pikiran dimulai saat kamu berhenti membandingkan hidupmu dengan orang lain,” ujarnya lagi, seolah mengingatkan banyak orang yang terlalu sibuk menilai kehidupan orang lain, tapi lupa mensyukuri miliknya sendiri.

Filosofi Hidup: Damai dalam Ketulusan

Bagi Rita, hidup adalah ruang belajar tanpa ujung. Setiap manusia datang dengan tujuan masing-masing. Ada yang cepat sampai, ada pula yang berjalan pelan — dan keduanya tetap berharga.

Ia percaya bahwa kedamaian sejati datang bukan dari pencapaian besar, melainkan dari hati yang lapang dan pikiran yang jernih. “Fokus pada tujuanmu sendiri,” katanya dengan senyum yang tenang.

Dalam diam, ia menjadi inspirasi bagi banyak orang — bukan karena gelarnya, tapi karena caranya menghargai hidup. Dalam dunia yang semakin bising oleh perbandingan dan ambisi, sosok seperti Rita Uru Hida mengingatkan kita untuk kembali pada hal yang paling sederhana namun paling penting: menjadi manusia yang lebih baik dari kemarin.


 

Example 300250
Penulis: Agust BobeEditor: Agustinus Bobe