Satu per satu nama kembali disebut. Di balik megahnya PON XX Papua, tersisa jejak anggaran yang belum sepenuhnya bersih.
TIMIKA, [LINTASTIMOR.ID]—
Aroma hukum kembali menguar dari Tanah Amungsa. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua memanggil seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mimika untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pembangunan venue Aero Sport PON XX.
Pemanggilan ini menjadi babak baru dari penyelidikan yang telah lebih dulu menyeret empat ASN ke status tersangka. Informasi tersebut disampaikan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Mimika, Abraham Kateyau, usai memimpin apel gabungan di Pusat Pemerintahan Mimika, Senin (3/11).
“Hari ini ada satu ASN yang dipanggil untuk dimintai keterangan. Statusnya sejauh ini masih sebagai saksi,” ujar Abraham tenang, namun matanya menandakan keprihatinan.
Dugaan Penyimpangan di Balik Pembangunan
Kasus ini berakar pada proyek pembangunan venue cabang olahraga Aero Sport yang digunakan dalam ajang PON XX Papua tahun 2021. Proyek bernilai miliaran rupiah itu disebut-sebut tidak seluruhnya berjalan sesuai ketentuan.
Dari hasil penyelidikan awal, muncul dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran dan pelaksanaan proyek, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan pekerjaan, hingga pelaporan keuangan.
Kejati Papua menegaskan, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurai rantai tanggung jawab—siapa yang memutuskan, siapa yang mengesahkan, dan siapa yang diuntungkan.
“Kita tidak boleh melihat kasus ini semata-mata sebagai pelanggaran administratif,” ujar salah satu sumber penegak hukum di Jayapura. “Ini soal integritas dalam pengelolaan uang negara.”
Sekda Mimika: Akuntabilitas Harus Jadi Panglima
Sekda Mimika, Abraham Kateyau, menegaskan, kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh ASN, terutama mereka yang tergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) proyek-proyek pemerintah.
“Kami tekankan kepada Pokja: kita mengelola uang negara, maka setiap rupiah harus bisa dipertanggungjawabkan. Apa pun yang dilakukan di luar aturan pasti akan menimbulkan masalah,” katanya.
Menurut Abraham, mekanisme kerja Pokja sudah diatur jelas dalam regulasi. Setiap pelanggaran, sekecil apa pun, dapat menjadi celah hukum yang berbahaya.
“Ini pelajaran bagi kita semua,” lanjutnya. “Ke depan, kami akan evaluasi seluruh tim agar hal seperti ini tidak terulang.”
Analisis Hukum: Antara Kesalahan Administratif dan Tindak Pidana
Secara yuridis, kasus korupsi pembangunan sarana publik seperti venue olahraga kerap dimulai dari ketidaksesuaian prosedur administratif, namun berujung pada perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam konteks ini, penetapan saksi baru oleh Kejati Papua menunjukkan adanya pendalaman terhadap peran individu maupun kolektif dalam pengambilan keputusan anggaran. Jika terbukti ada penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian negara, maka sanksinya dapat berupa pidana penjara hingga 20 tahun dan denda miliaran rupiah.
Kasus semacam ini bukan hanya soal kehilangan uang negara, tetapi juga hilangnya kepercayaan publik terhadap aparatur sipil—mereka yang seharusnya menjadi wajah integritas birokrasi.
Refleksi: Uang Negara Bukan untuk Dipoles, Tapi Dihidupkan
PON XX Papua pernah menjadi simbol kebanggaan dan semangat olahraga nasional. Namun di balik kemegahannya, kini tersisa tanya: berapa banyak uang rakyat yang benar-benar digunakan sebagaimana mestinya?
Di Mimika, Sekda mencoba menanamkan kembali nilai dasar birokrasi—bahwa jabatan adalah amanah, bukan peluang.
Kejaksaan, di sisi lain, menelusuri fakta hukum untuk memastikan satu hal: keadilan tidak boleh berhenti di pintu rapat birokrasi.
“Kami berkomitmen untuk memberantas korupsi dan memastikan setiap rupiah anggaran digunakan secara transparan dan akuntabel,” tegas Abraham di akhir pernyataannya.
Catatan Akhir:
Kasus korupsi tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu tumbuh dari ruang yang longgar: ketika pengawasan melemah, ketika prosedur disepelekan, dan ketika integritas tergantikan oleh kepentingan.
Kini, saat satu demi satu nama dipanggil, publik berharap:
bukan sekadar ada tersangka baru—tapi ada babak baru bagi pemerintahan yang bersih dan berani menatap cermin kejujuran.
















