Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Hukum & KriminalNasionalPeristiwaPolkam

Tiga Berkas, Satu Nyawa: Sidang Prada Lucky Dimulai di Kupang

214
×

Tiga Berkas, Satu Nyawa: Sidang Prada Lucky Dimulai di Kupang

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

KUPANG | LINTASTIMOR.ID — Satu per satu prajurit berseragam loreng dan biru langit itu memasuki ruang sidang Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (27/10/2025) pagi. Di luar, suasana tampak tenang, namun di dalam ruang sidang, udara terasa tebal oleh rasa tegang. Inilah momen yang dinanti publik: sidang perdana kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan Prada Lucky Chepril Saputra Namo, prajurit muda yang hidupnya terhenti di tengah tugas.

Dari penelusuran Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Militer III-15 Kupang, perkara ini dibagi menjadi tiga berkas besar, masing-masing akan disidangkan berturut-turut pada 27–29 Oktober 2025.

Example 300x600

Berkas Pertama: Perwira Dihadapkan di Meja Hijau

Perkara dengan nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 menempatkan seorang perwira berpangkat Letnan Dua (Lettu) Ahmad Faisal, S.Tr. (Han) sebagai terdakwa tunggal. Ia didakwa melakukan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian prajurit bawahan.

Dalam dakwaan Oditur Militer Letkol Chk Yusdiharto, S.H., Faisal dijerat dengan pasal berlapis dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) — mulai dari Pasal 131 ayat (1) jo ayat (2), hingga Pasal 132 KUHPM. Sidang perdana digelar pukul 09.00 Wita, Senin pagi, dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Oditur.

“Kami tegaskan bahwa perkara ini akan berjalan dengan menjunjung tinggi asas peradilan militer yang adil dan terbuka,” ujar salah satu pejabat Oditurat di sela sidang.

Berkas Kedua: Tujuh Belas Nama di Kursi Terdakwa

Perkara berikutnya, nomor 41-K/PM.III-15/AD/X/2025, menampilkan deretan panjang 17 prajurit yang ikut didakwa dalam kasus ini. Mereka antara lain Thomas Desembris Awi, Andre Mahoklory, Ponciatus Allan Dadi, Abner Yeterson Nubatonis, Rivaldo De Alexando Kase, Imanuel Nimrot Laubora, Dervinti Arjuna Putra Bessie, Made Juni Arta Dana, hingga Yulianus Rivaldy Ola Baga.

Mereka dijerat dengan Primair: Pasal 131 ayat (1) jo ayat (3) KUHPM jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan dakwaan subsidair yang serupa.
Sidang dijadwalkan Selasa, 28 Oktober 2025 pukul 09.00 Wita, dengan klasifikasi perkara “penganiayaan terhadap bawahan dalam lingkup kedinasan militer.”

“Sebagai prajurit, mereka memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi kehormatan dinas, bukan menyalahgunakan kekuasaan,” tulis salah satu pengamat hukum militer NTT dalam catatan opininya.

Berkas Ketiga: Empat Terdakwa Terakhir di Hari Ketiga

Empat nama lain—Ahmad Ahda, Emeliano De Araujo, Petrus Nong Brian Semi, dan Aprianto Rede Radja—akan menjalani sidang pada Rabu, 29 Oktober 2025, dengan nomor perkara 42-K/PM.III-15/AD/X/2025.
Dakwaan mereka identik, berlandaskan Pasal 131 ayat (1) jo ayat (3) KUHPM dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan tuduhan penganiayaan dalam kedinasan militer.

Analisis Hukum: Ujian Disiplin dan Keadilan Militer

Dalam konteks hukum militer, kasus Prada Lucky menjadi preseden penting bagi penerapan disiplin dan komando yang manusiawi.
Pasal 131 dan 132 KUHPM secara tegas mengatur batas kewenangan atasan terhadap bawahan—bahwa pelatihan, penegakan disiplin, atau pembinaan tidak boleh berubah menjadi tindakan yang mengancam keselamatan jiwa.

Para ahli hukum menilai, putusan tiga berkas ini akan menjadi tolok ukur penegakan hukum militer di Indonesia Timur.
Apabila pembuktian dilakukan secara terbuka dan profesional, hal ini akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan militer yang selama ini dianggap tertutup.

“Keadilan militer bukan semata soal menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan martabat prajurit dan kehormatan institusi,” ujar Agustinus Bobe, S.H., M.H., praktisi hukum militer dan pengamat peradilan di wilayah perbatasan.

Harapan dari Perbatasan

Di antara dinding ruang sidang, nama Prada Lucky Chepril Saputra Namo kembali disebut dengan penuh hormat. Ia bukan hanya korban, tetapi juga simbol tuntutan keadilan dari tanah perbatasan.
Kini, tanggung jawab berada di pundak para hakim militer — untuk membuktikan bahwa hukum di lingkungan TNI bukan sekadar aturan, melainkan cerminan nurani bangsa.

LINTASTIMOR.ID – Suara dari Perbatasan untuk Keadilan

 

Example 300250