Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaNasionalPolkamTeknologi

Melki Laka Lena dan Mimpi Ruang di Timur

121
×

Melki Laka Lena dan Mimpi Ruang di Timur

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

 

LINTASTIMOR.ID — Suara dari Perbatasan, Mengapa Nusantara

Example 300x600

LABUAN BAJO |LINTASTIMOR. ID|
Langit Labuan Bajo sore itu berwarna tembaga. Di bawahnya, percakapan tentang masa depan ruang dan pembangunan berbaur dengan semilir angin laut. Di sebuah ruang megah Hotel Meruorah Komodo, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melkiades Laka Lena, berdiri menyampaikan pesan dari perbatasan: bahwa penataan ruang bukan hanya soal garis di peta, tapi tentang arah hidup sebuah bangsa yang sedang mencari keseimbangan antara pertumbuhan dan keadilan.

Forum Koordinasi Pembangunan Wilayah Berbasis Penataan Ruang Bali–Nusa Tenggara yang digelar di Labuan Bajo, Selasa (21/10/2025), menjadi panggung strategis bagi tiga provinsi di kawasan timur Indonesia—Bali, NTB, dan NTT—untuk menyatukan pandangan tentang masa depan pembangunan yang berbasis ruang, data, dan keberlanjutan.

Forum ini digelar oleh Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan bersama ISPASI (Perkumpulan Pelaku Kebijakan dan Manajemen Tata Ruang Indonesia), sebagai upaya menyinergikan RPJMN 2025–2029 dengan rencana pembangunan daerah melalui pendekatan spasial yang lebih terintegrasi.

Ruang, Harapan, dan Perbatasan

Dalam sambutannya, Gubernur Melki Laka Lena menegaskan bahwa NTT menyambut baik forum ini sebagai langkah maju membangun visi bersama kawasan Bali–Nusra. Ia mengaku telah berkomunikasi langsung dengan Gubernur Bali dan Gubernur NTB untuk memperkuat wilayah prioritas unggulan di tiga provinsi tersebut.

“Secara pribadi saya bersama Gubernur Bali dan Gubernur NTB sudah bersepakat untuk mengembangkan wilayah prioritas ini dalam penataan ruang yang merupakan instrumen strategis,” ujar Melki dengan nada optimistis.

Namun di balik semangat kolaborasi itu, Melki juga menyoroti berbagai tantangan yang masih menghambat laju penataan ruang di daerah.

“Masih banyak persoalan seperti alih fungsi lahan yang tak terkendali, keterbatasan SDM, koordinasi antarlembaga, hingga dinamika regulasi pasca Omnibus Law. Ini semua harus kita tata bersama,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan harapan besar agar perhatian pemerintah pusat terhadap kawasan Bali–Nusra tidak berhenti pada konsep, tetapi menjelma menjadi kebijakan nyata—terutama untuk kawasan perbatasan yang menjadi beranda negara.

“Kami terus mendorong adanya kawasan ekonomi khusus di perbatasan NTT dengan Timor Leste. Wilayah ini perlu mendapat perhatian serius agar masyarakat perbatasan juga menikmati pertumbuhan ekonomi yang setara,” ungkapnya penuh makna.

Menyulam Keseimbangan: Ekonomi dan Ekologi

Sementara itu, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Ayodhia G.L. Kalake, menegaskan pentingnya keseimbangan antara ekonomi dan ekologi dalam perencanaan ruang wilayah Bali, NTB, dan NTT.

“Kita dorong percepatan RTRW dan RDTR untuk mendukung investasi yang tepat lokasi, efisien, dan ramah lingkungan. Tata ruang darat dan laut harus disinergikan, agar pembangunan tetap berpihak pada alam,” tutur Ayodhia.

Ia menekankan, seluruh proyek strategis nasional di kawasan timur Indonesia harus berpedoman pada daya dukung lingkungan. “Pembangunan bukan sekadar memperluas ruang, tapi menjaga agar ruang itu tetap hidup,” tambahnya.

Labuan Bajo, Simbol Arah Baru Timur

Najib Faizal, Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah, Agraria, dan Tata Ruang, menyebut kawasan Bali–Nusra akan menjadi superhub ekonomi dan pariwisata. Labuan Bajo, kata Najib, adalah contoh nyata bagaimana ruang dan ekonomi saling menyalakan.

“Kebutuhan dasar manusia di Labuan Bajo, seperti bahan pangan dan kebutuhan pokok, seharusnya bisa disuplai dari wilayah sekitar Flores, bukan dari luar. Di sinilah tata ruang menjadi kunci. Ia bukan hanya perencanaan, tapi fondasi investasi masa depan,” jelas Najib.

Ia mengingatkan agar setiap pembangunan tetap memperhatikan hutan lindung, ruang terbuka hijau, dan keseimbangan sosial. “Ketidaksesuaian ruang bisa memicu konflik, banjir, hingga krisis sosial. Maka sinergitas dan pengawasan ruang menjadi penting agar pembangunan tidak kehilangan arah,” tambahnya.

Ruang yang Menyatukan, Ruang yang Menghidupkan

Forum diakhiri dengan peluncuran International Conference on Spatial Planning and Infrastructure for Sustainable Development 2026 yang ditandai pemukulan gong oleh Sesmenko Infrastruktur. Suara gong itu bergema lembut di ruang pertemuan, seolah menandai babak baru kolaborasi antar-pulau di timur Nusantara.

Gubernur Melki menutup dengan pesan sederhana namun menyentuh:

“Kita dorong agar perencanaan ini lebih konkret di lapangan. Dengan pembangunan wilayah yang baik, ekonomi di Bali, NTT, dan NTB bisa kita dorong bersama.”

Di luar gedung, angin laut Labuan Bajo berhembus membawa aroma asin dan harapan baru. Di ufuk barat, matahari tenggelam perlahan, seperti melukis pesan senja: bahwa ruang bukan sekadar tempat berpijak, melainkan rumah bagi cita-cita yang terus tumbuh dari timur.

Example 300250