JAKARTA |LINTADTIMOR.ID)- Suara kemerdekaan pers kembali diuji di Bumi Biinmafo. Insiden pengeroyokan terhadap jurnalis ViralNTT.com, Aurelius Kolo, di Tambak Oepese, Kecamatan Biboki Moenleu, menggugah banyak pihak. Praktisi hukum pers nasional, Agustinus Bobe, S.H., M.H., menyerukan penegakan hukum yang tegas dan menyeluruh atas kasus yang dinilainya sebagai serangan terhadap demokrasi dan supremasi hukum.
Frederikus Adrianus Naiboas, S.E., Pemimpin Redaksi ViralNTT.com, menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis merupakan kejahatan serius yang tidak boleh dibiarkan. Ia mendesak aparat kepolisian segera menangkap pelaku dan mengungkap aktor intelektual di balik peristiwa brutal tersebut.
“Kasus pengeroyokan ini adalah tindakan kriminal serius yang tidak bisa dibiarkan. Kami menuntut kepolisian untuk segera bertindak cepat menangkap pelaku dan aktor intelektual di balik kejadian ini agar memberikan efek jera serta menjaga kebebasan pers,” tegas Frederikus, Kamis (17/10/2025).
Ia menilai, kekerasan terhadap Aurelius Kolo saat meliput tenggelamnya alat berat Excavator Komatsu PC 210 bantuan Kementerian Sosial untuk Desa Wini, bukan hanya serangan terhadap individu, tetapi juga terhadap hak publik memperoleh informasi yang jernih.
“Saya mengimbau seluruh aparat penegak hukum untuk tidak main-main dalam penanganan kasus ini. Para pelaku dan aktor intelektual pengeroyokan harus diusut tuntas agar tidak ada lagi intimidasi terhadap pekerja media di wilayah TTU dan sekitarnya,” tambahnya.
Seruan Frederikus segera mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan, termasuk organisasi pers dan tokoh masyarakat, yang menilai kasus ini mencoreng wajah hukum dan menodai prinsip kebebasan pers di daerah perbatasan.
Analisis Hukum dan Perspektif Kriminalitas
Praktisi Hukum Pidana Pers Nasional, Agustinus Bobe, S.H., M.H., menilai bahwa tindakan pengeroyokan terhadap wartawan bukan hanya pelanggaran pidana umum, tetapi juga pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Menurutnya, ada dua aspek hukum yang dapat menjerat para pelaku:
- Aspek Pidana Umum (KUHP):
- Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun enam bulan.
- Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan luka fisik atau trauma psikis.
- Aspek Hukum Pers:
- Pasal 18 ayat (1) UU Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
“Saya minta dengan tegas agar polisi memberikan perhatian penuh terhadap kasus tindakan kriminal yang menimpa rekan wartawan di TTU. Saya pun sarankan agar diusut tuntas, siapapun pelakunya segera ditangkap dan diadili berdasarkan KUHP dan UU Pers,” tegas Agustinus Bobe.
Ia menambahkan, kekerasan terhadap jurnalis sering berakar pada ketidaktahuan sebagian pihak terhadap fungsi kontrol sosial pers. “Ketika kerja jurnalistik direspons dengan kekerasan, itu menandakan lemahnya literasi hukum dan minimnya pemahaman publik terhadap kemerdekaan pers yang dijamin konstitusi,” ujarnya.
Solusi Hukum untuk Polisi dan Insan Pers
Agustinus menilai, ada dua pendekatan penting agar kasus serupa tidak terulang:
- Pendekatan Penegakan Hukum Tegas:
Aparat kepolisian harus menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Penangkapan para pelaku menjadi langkah awal untuk menunjukkan bahwa negara tidak kompromi terhadap kekerasan terhadap wartawan. - Pendekatan Preventif dan Edukatif:
- Polda dan Polres perlu melakukan sosialisasi bersama organisasi pers untuk memperkuat sinergi dan pemahaman hukum antara aparat dan jurnalis.
- Pemerintah daerah bersama Dewan Pers sebaiknya membentuk Forum Perlindungan Wartawan Daerah (FPWD) sebagai wadah koordinasi cepat jika terjadi intimidasi atau kekerasan di lapangan.
Refleksi Akhir
Di tanah perbatasan yang sunyi, di mana berita sering datang lebih lambat dari dentuman kabar kekerasan, suara wartawan tetap menyala. Aurelius Kolo menjadi simbol bahwa kebenaran tak bisa dipukul, apalagi dibungkam. Dalam tubuh yang memar dan hati yang luka, masih berdenyut semangat profesi yang dijamin undang-undang — semangat untuk menulis, melapor, dan menegakkan nurani.
Malam mungkin turun di TTU, tapi sorotan pena tak akan padam. Polisi harus berdiri di sisi hukum, bukan ketakutan. Sebab setiap kali seorang jurnalis dipukul, sesungguhnya yang ditampar adalah wajah keadilan. Dan bila negara ingin disebut beradab, maka keadilan harus segera turun, bukan besok — tetapi hari ini.