Scroll untuk baca artikel
Dirgahayu Indonesia 80
Example 728x250
NasionalPeristiwaPolkamTeknologi

Api Amarah di Merauke: Ribuan Massa Ricuh, Internet Mati Jadi Pemantik

6
×

Api Amarah di Merauke: Ribuan Massa Ricuh, Internet Mati Jadi Pemantik

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

MERAUKE |LINTASTIMOR.ID) – Di bawah terik matahari Agustus, ribuan orang dari Aliansi Mahasiswa Masyarakat Kabupaten Merauke turun ke jalan, Kamis (21/8/2025).

Mereka bukan hanya membawa spanduk dan yel-yel, tetapi juga kekecewaan yang menumpuk bertahun-tahun: jaringan internet yang kerap mati, janji layanan yang tak kunjung ditepati.

Example 300x600

Sejak 16 Agustus lalu, akses telepon dan internet di Merauke nyaris lumpuh. Bahkan, pada hari aksi berlangsung, jaringan mati total hingga tengah hari.

“Kami merasa dikucilkan di negeri sendiri. Internet ini bukan lagi soal hiburan, tapi soal hak untuk berkomunikasi, belajar, dan bekerja,” tegas Andika Labobar, koordinator aksi.

Massa yang berkumpul sejak pagi di Lingkaran Brawijaya kemudian berarak menuju Kantor Telkom di Jalan Postel. Suara mereka menggema: “Bakar Telkom!” Ban-ban dibakar, simbol amarah yang tak terbendung. Namun, situasi berubah panas ketika aparat menemukan jeriken berisi bahan bakar. Upaya polisi menumpahkannya justru membuat api semakin besar—dan kemarahan pun pecah tanpa kendali.

Batu, kayu, botol, hingga molotov beterbangan ke arah gedung Telkom. Aparat berusaha memadamkan kobaran, namun massa makin beringas. Gas air mata ditembakkan, tetapi pedemo membalas dengan lemparan batu. Jalan Postel hingga Jalan Misi berubah menjadi panggung kejar-kejaran, di mana suara sirene, teriakan, dan tangisan bercampur jadi satu.

Bagi masyarakat Merauke, ini bukan sekadar soal internet. Ini adalah soal martabat. “Delapan kali gangguan sejak 2016, tapi tak ada evaluasi berarti. Kami sudah terlalu lama diam,” ujar seorang demonstran dengan suara parau di tengah asap yang menyesakkan.

Hari itu, Merauke tak hanya diselimuti kabut gas air mata, tetapi juga kabut keresahan yang menuntut jawaban: sampai kapan masyarakat perbatasan harus menunggu sinyal yang adil?


 

Example 300250