MALAKA |LINTASTIMOR.ID) – Dari bahan lokal yang sederhana, tangan-tangan warga Desa Taaba, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, melahirkan sebuah karya monumental.
Gapura mereka bukan sekadar gerbang penyambutan, melainkan pintu masuk menuju rasa kebanggaan dan cinta tanah air.
“Untuk gapura, kami desain sesuai kriteria panitia dengan memanfaatkan bahan lokal. Ini bukan pertama kali kami berkarya. Sudah tiga tahun berturut-turut Desa Taaba memberi yang terbaik,” tutur Kepala Desa Taaba, Ida Hoar Nahak, dengan senyum yang tak bisa menyembunyikan kebahagiaan kepada Lintastimor.id, Minggu (17/8/2025) malam.
Gapura itu berdiri tegak, melambangkan semangat kebersamaan. Tahun-tahun sebelumnya, perlombaan hanya sebatas antar-dusun. Namun kali ini, Desa Taaba melangkah lebih jauh, mengukir prestasi di tingkat kabupaten.
Bahkan sebelum pengumuman resmi, gapura tersebut sempat tampil di layar kaca nasional dalam acara Idolyfe RCTI, bertepatan dengan semarak HUT ke-80 Republik Indonesia.
“Ketika diumumkan juara 1, saya tidak kaget,” kata Ida dengan mata berbinar. “Karena sudah diakui secara nasional, saya yakin karya ini pasti masuk nominasi terbaik se-Indonesia.”
Keyakinan itu terbukti. Dari 127 desa di Kabupaten Malaka yang ikut serta, Desa Taaba keluar sebagai juara pertama lomba gapura terbaik, menyisihkan kandidat lain dengan gagah. Hadiah berupa uang tunai Rp2.500.000 diterima sebagai penghargaan, tetapi bagi warga Taaba, kemenangan ini lebih dari sekadar nominal.
Gapura itu adalah simbol—simbol kerja sama, doa, dan cinta untuk negeri. Seperti sebuah puisi yang ditulis di kayu dan cat, setiap sudutnya bercerita tentang perjuangan warga desa perbatasan yang ingin dikenang bukan karena keterbatasan, melainkan karena karya.
“Gapura ini bukan hanya milik Desa Taaba,” kata Ida Nahak, suaranya merendah, “tetapi persembahan kecil kami untuk Indonesia.”